-MBAREP TUNGGAL- (Keluarga Jawa)

November 03, 2019


MBAREP TUNGGAL, dalam bahasa jawa, berarti anak pertama dan satu2nya, namun, di keluarga saya, kalimat ini berbeda, memiliki makna yg lain yg sudah di percaya turun temurun bahkan sejak jaman Trah Tumerah yg dalam silsilah keluarga jawa sebagai nenek moyang pertama 

mulai dari sini, cerita ini akan saya buka, dengan satu kisah yg selama ini selalu saya pikirkan


apa hubunganya GETIH ANGET dengan MBAREP TUNGGAL dalam silsilah keluarga saya?



konon, saya bukan satu2 nya orang yg terlahir dengan anugerah seperti ini, karena sebelum saya lahir, sudah ada 
-yg mendapatkan hakekat sebagai Getih anget yg sekaligus menyandang nama sebagai "MBAREP TUNGGAL" yg begitu di agung2kan keluarga saya, beliau adalah sepupu dari Bu De saya.


saya memanggilnya dengan nama "Mas Didik" dan kisah ini, akan sangat amat behubungan dengan beliau. 
kenapa "MBAREP TUNGGAL" begitu di agung2kan oleh keluarga saya, begini ceritanya.


saat itu, keluarga besar saya merupakan 1 dari 6 orang pertama yg tinggal di desa ini, tidak mudah waktu itu untuk tinggal disini, karena tanah disini sangat sengak, dan bila di lihat oleh orang biasa 
tanah disini akan membuat begidik ngeri, sebaliknya, mereka yg bisa melihat tanah ini, akan tau, bahwasanya, tanah disini masih mengandung nilai mistis yg luar biasa hebat, sebegitu hebatnya hingga butuh persiapan yg matang untuk membuka sepetak lahan, karena itu, desa ini- 
-dulu, di panggil dengan DESA BANGSA LELEMBUT.


kakek saya lah yg pertama membangun lahan disini, karena itulah, beliau sangat di segani bahkan menjadi salah satu tetua yg selalu di mintai tolong bila terjadi apa2.



namun, kita tidak akan menceritakan desa ini, karena yg akan kita- 
-ceritakan adalah fenomena MBAREP TUNGGAL yg ada di dalam keluarga besar saya. 
Saat itu, keluarga saya masih menganut Aminisme meskipun kami adalah muslim, namun muslim di jaman itu sangat berbeda dengan muslim di jaman sekarang, bukan kami tidak melaksanakan sholat, kami masih melaksanakan shiolat namun kami tidak menahui apa itu ajaran islam yg sebenarnya, 
karena itulah, ajaran kejawen dan aminisme yg kuat, membuat kami mengaggungkan peninggalan leluhur kami, salah satunya, sesajen setiap malam khusus yg akan di beritahukan oleh mereka yg mendapat kehormatan sebagai MBAREP TUNGGAL di keluarga kami 
agar kalian tidak bingung, akan saya jelaskan sekali lagi, bahwa MBAREP TUNGGAL memiliki makna yg berbeda di dalam keluarga besar saya.


MBAREP TUNGGAL bukan tentang anak pertama dan satu2nya, melainkan, seorang anak yg di percaya dapat berkomunikasi dengan nenek moyang kami- 
-agar kelak, keluarga besar kami di jauhkan dari yg namanya BALAK BESAR, karena jaman itu, ilmu hitam hampir di miliki setiap keluarga besar, sekaligus untuk menghindari keluarga besar lain yg mungkin menyimpan dendam dengan keluarga besar kami. masalahnya, MBAREP TUNGGAL- 
-di percaya hanya turun pada anak pertama, dan seorang MBAREP TUNGGAL hanya bisa di kenali, dengan MBAREP TUNGGAL yg lain, disinilah titik masalahnya terjadi, karena, MBAREP TUNGGAL hanya ada dalam satu generasi, karena merujuk pada satu kalimat TUNGGAL yg berarti "satu" 
disinilah masalah itu muncul ketika saya lahir sebagai MBAREP TUNGGAL, di keluarga besar saya ini, karena konon, ketika pak de No melihat dan mengatakan bahwa saya jg adalah MBAREP TUNGGAL, beliau kaget, lebih ke arah bingung, 12 tahun sebelum saya lahir, MBAREP TUNGGAL sudah di sandang- 
-oleh anak lain, dan bagaimana mungkin dalam satu generasi waktu jawa, ada 2 MBAREP TUNGGAL dalam keluarga ini, hal ini segera menjadi masalah serius keluarga besar saya, karena bila tidak segera di ambil keputusan, hal ini hnya akan menimbulkan sangketa permusuhan sesama keluarga 
dan katakutan itu, rupanya menjadi kenyataan. namun, kisah ini akan saya ceritakan detailnya, dari sudut pandang informasi yg saya dapat dari sepupu terdekat saya, mas Akhiyat. beliau menjadi saksi peristiwa yg tidak dapat saya inget, karena konon, saya memang sengaja di sapai (hilngkan) 
awalnya tidak ada yg tau bila saya adalah MBAREP TUNGGAL, karena saya lahir di rumah sakit, jaman itu, kebanyakan anak2 di desa saya hanya mengandalkan dukun beranak, dan ada satu dukun yg sudah di percaya oleh keluarga besar saya, beliaulah yg memiliki pengetahuan tentang weton- 
-serta keistimewaan seorang anak yg baru lahir, beliau juga lah yg dulu 12 tahun sebelum saya lahir telah menetapkan anak yg akan melanjutkan tradisi keluarga sudah lahir. hal ini, menjadi suka cita di keluarga saya, dia adalah "mas Didik" 
sebelum mas Didik, MBAREP TUNGGAL di sandang oleh pak de No yg merupakan generasi dari bapak.


pak de No adalah kakak kandung dari bapak, dan sejak kecil beliau memang paling berbeda, bisa di katakan, dewasa sebelum waktunya.



seperti de No, mas Didik juga memiliki perbedaan- 
-mencolok bahkan lebih condong ke megerikan, bahkan beberapa warga desa saya menganggap mas Didik itu anak yg aneh, gemar bermain sendiri dan tidak suka berkumpul dengan anak seusianya, namun yg membuat semua orang takut adalah ketika mas Didik meramalkan bahwa akan- 
-sebuah keluarga yg meninggal dengan cara ganjil. disini, kemampuan mas Didik sudah di akui oleh keluarga besar saya, padahal saat itu, usianya gak lebih dari 7 tahun. 
selama 3 hari berturut-turut, mas Didik duduk dan meamandang sebuah rumah, setiap di tegur si pemilik rumah. mas Didik akan mengatakan "onok geni mumbul" (ada api melayang2)


namun si pemilik rumah tidak mengerti apa maksud ucapan anak kecil itu. 
hal ini menjadi perbincangan banyak orang, sampai de No datang dan melihat, rupanya, ada banaspati di atas rumah itu.


Banaspati adalah bola api yg konon di miliki oleh mereka yg memiliki ilmu tinggi, masalahnya, banaspati sering di kaitkan dengan sebuah bencana, yg berujung- 
-kematian. 
de No menjelaskan pada mas Didik bahwa apa yg di lihatnya merupakan hal yg istimewa, tidak banyak bahkan oleh mereka yg bisa melihat untuk dapat menyaksikan Banaspati terbang kecuali mereka yg sudah di pilih langsung oleh nenek moyang kami. 
benar saja. keesokan harinya, salah satu dari orang yg tinggal di dalam rumah itu meninggal dengan cara yg ganjil, kulitnya melepuh di akhiri dengan borok dan nanah yg bau, de No menjelaskan segalanya, bahwa itu adalah kiriman dari seseorang yg tidak suka. 
sejak saat itu, keluarga besar kami, menganggap mas Didik lah penerus dari pak de No di keluarga kami, dan pada usianya ke 9, ada makhluk Hitam yg di percaya sebagai jelmaan Genderuwo yg mengasuh mas Didik, bahkan hingga sampai saat ini. 
Genderuwo yg mengasuh mas Didik kabarnya bukan genderuwo sembarangan yg biasa ada di bawah pohon pisang, namun Genderuwo ini berasal dari gunung yg jauh, yg tertarik dengan Getih anget mas Didik. sehingga akhirnya ia mengikuti mas Didik, menjaganya, dan juga mengikutinya. 
pak de No mengatakan, Genderuwo ini bukan Tiang kembarnya, karena kakek saya sempat takut, bilamana Tiang kembar mas Didik adalah makhluk ini.


GETIH ANGET, tidak dapat di kuasai sembarangan makhluk lelembut kecuali TIANG KEMBARNYA, hal itu berlaku pada mas Didik ini. 
namun semenjak adanya makhluk itu, mas Didik sangat di takuti terutama oleh anak2 desa saya, karena konon, bila mas Didik sakit hati atau marah, dapat menyebabkan bencana penyakit bagi yg menyakiti. 
selama 12 tahun itu semenjak kelahiran mas Didik tidak ada yg terjadi dengan keluarga saya, namun semua berubah setelah Bapak dan Ibuk bertemu, menikah dan kemudian saya lahir di dunia ini.


karena kata mas Akhiyat, saat saya masih bayi, yg selalu mengasuh dan tidak mau jauh2 dari saya 
-adalah mas Didik.


padahal, sebelumnya, mas Didik selalu menghindari kontak dengan anak2 lain ataupun orang lain, beliau juga di jauhi oleh warga desa saya, lalu, kenapa mas Didik selalu ada di samping saya yang masih bayi?



hal ini belum terjawab sampai saat ini. 
sejak kecil, saya terlahir dengan kondisi tubuh yg pesakitan.


sedikit2 badan gampang sekali panas, dan setiap malam saya selalu suka tertawa sendirian di samping bapak dan ibu yg tidur bersama2 dalam satu bayang (kasur), hal ini membuat bapak kadang penasaran 
pernah sesekali Ibuk, yg notabenya lebih sensitif dari bapak, suka mendengar suara tertawa yg menyerupai suara kuntilanak, apapun itu, setiap malam selalu saja ada yg datang dan membuat saya yg masih bayik tertawa 
hal ini segera di ceritakan kepada de No, dan ketika di terawang, de No begitu kaget, hampir di setiap sudut rumah saya, ada penghuni tak di undang, menunggu saat saya sendirian.


awalnya de No masih belum curiga dan menganggap hal itu biasa saja, karena umumnya, makhluk seperti itu- 
-memang gemar sekali menggoda bayi karena indera mereka masih sangat sensitif. inilah alasan kenapa bayi bisa melihat hal2 yg tidak dapat di saksikan oleh orang dewasa sekalipun, karena mereka masih di anugerahi dengan mata batin terbuka, seiring bertambahnya usia, mata batinya- 
-akan tertutup dengan sendirinya.


namun rupanya, de No tidak tahu menahu, bahwa saya berbeda dengan anak2 lain, semua di ketahui setelah kejadian yg menimpa saya di suatu tempat yg jauh. 
tradisi yg masih di lakukan keluarga besar saya adalah Arisan keluarga.


biasanya di adakan di setiap rumah anggota keluarga secara bergantian, dan pada hari2 khusus, acara ini di adakan di tempat2 yg jauh.



saat itu, katanya, saya sempat menghilang selama satu hari satu malam. 
berawal dari Arisan keluarga di rumah bu lek Sri, saya yg awalnya di asuh oleh sepupu perempuan saya, tiba2 menghilang begitu saja. disini, mas Akhiyat mengingatkan, "coba iling2 en, biyen awakmu sik umur 4 tahun, aku onok gok kunu yoan" (coba ingat2, dulu usiamu sudah 4 tahun- 
-dan kebetulan aku ada disana juga)


ketika mendengar itu, akhirnya pertanyaan saya selama ini terjawab. dulu saya sering memikirkan sesuatu, tentang sebuah pohon Keres (leci jawa) yg tumbuh subur, dimana dahan dan daunya sampai menempel di tanah, disana saya sedang bermain. 
"Mas, nggone onok wit keres e mboten?" (mas, apa tempatnya ada pohon keresnya?)


mas Akhiyat hanya menatap saya nanar, lalu berujar "yo nggok kunu awakmu di temokno ambek de No, sak durunge wes di goleki sedino bleng" (ya disitu kamu di temukan oleh de No, sebelumnya sudah di cari- 
-seharian penuh)


disitulah de No baru tau, bahwa saya sama seperti mas Didik, dan darisana juga, de No akhirnya paham, kenapa saya gampang sakit, rupanya, saya dan mas Didik tidak boleh di dekatkan satu sama lain, terutama saya, dimana mas Didik akan banyak mengambil yg di sebut jiwo 
sejak saat itu, saya gak boleh lagi dekat dengan mas Didik, namun, kabarnya, Genderuwo hitam itu, jadi lebih sering datang ke rumah saya, dan Ibuk lah yg menjadi saksi makhluk itu selalu datang menemui saya. 
bapak sehari2 bekerja sebagai tukang becak waktu saya kecil dulu, dan malam itu, bapak belum pulang dari narik, ibuk di rumah sendirian, menemani saya maen dauh singkong, hari sudah petang, di dalam rumah gubuk saya, tiba2 ada yg mengetuk pintu 
suaranya intens, dan itu jelas bukan bapak, tidak ada salam dan hanya ketukan pintu.


rumah saya masih menggunakan tembok bambu, sehingga ada celah ibuk buat mengintip apa yg ada di luar, rupanya kosong.



setiap ibuk kembali ke tempat saya, ada yg ngetuk lagi. hal itu terjadi terus 
sampai akhirnya ibuk membuka pintu dan benar saja, ibuk tidak melihat ada siapapun disana, di depan rumah saya ada pohon mangga, di lihatnya kesana-kemari masih tidak menemukan siapapun, pas ibuk balik, ibuk terlonjak kaget, rupanya, ada makhluk hitam besar, 
matanya menyala merah, bertaring dengan kuku jari panjang, tengah menggendong saya.


ibuk melihat saya tampak senang di gendong makhluk itu, ibuk menjerit keras namun makhluk itu menjambak ibuk dan membuatnya jatuh pingsan.



bapak pulang dan melihat ibuk sudah terkapar, 
namun anehnya, saya di temukan ada di dalam kamar, tertidur lelap di atas kasur.


malam itu sontak bapak langsung bertemu si mbah.



mbah saya ini adalah orang yg ilmunya cukup tinggi, saya biasa memanggil beliau mbah nang, yg artinya mbah lanang (mbah laki2) rupanya mbah nang baru 
saja melihat apa yg terjadi dari sebilah kerisnya, dan dengan wajah bingung mbah Nang mengatakan, makhluk itu di suruh oleh mas Didik.


hari itu juga, semua keluarga di panggil dan di kumpulkan untuk membahas hal ini, konon, de No membela mas Didik, sampai2 membuat bapak 
sangat marah.


karena nyawa saya rupanya dalam bahaya. bukan karena mas Didik, namun makhluk yg mengikutinya, ada hal yg membuat bapak khawatir, bahkan ibuk sampe mengusulkan untuk membawa saya jauh dari rumah itu, pulang ke rumah orang tuanya. 
disini, akhirnya di ambil jalan tengah.


de No, akan pergi sebentar, untuk bertanya pada Trah Tumerah.



sekembalinya de No, ternyata memang makhluk itu tidak ada sangkut pautnya sama mas Didik, karena rupanya kedatangan makhluk itu bukan atas perintah, melainkan keinginan sndiri 
sejak saya dan mas Didik di pisahkan, mas Didik seringkali kangen dengan saya, dan nganggap saya adik kandungnya sendiri, dan makhluk itu tidak tega melihat mas Didik tersiksa seperti itu, sehingga akhirnya makhluk itu seringkali mengunjungi saya 
masalahnya, stiap saya dekat sama mas Didik, saya pasti jatuh sakit dan sakitnya itu lama sembuhnya, bahkan saya sering sawan, disini, dukun beranak keluarga saya datang, beliau marah, kenapa dulu yg membantu persalinan bukan dia pada saat kelahiran saya, gara2 ini, gak ada yg tau siapa saya 
"MBAREP TUNGGAL iku yo tunggal, gak isok nok loro, isok nekakno balak" (seorang mbarep tunggal itu ya seharusnya cuma satu, gak boleh ada dua, bisa mendatangkan musibah)


dilain hal, saya gak bisa di apa2kan karena masih sangat kecil dan beresiko, setelah mencari2 jalan keluar, 
de No akhirnya, melakukan perwalian, jadi, perwalian itu semacam mengikat satu sama lain.


de No akan menjadi wali mas Didik, sedangkan saya, akan di walikan oleh orang yg bersedia menjadi pagar bagi saya, orang yg ilmunya setara atau lebih dari de No, disini saya bertemu orang itu 
pria paruh baya yg biasa di panggil pak haji Sanah, beliau berasal dari Banyuwangi, dan ketika saya datang ke rumahnya dulu, beliau langsung tau masalah apa yg di hadapi keluarga besar saya 
"yo wes, ben aku dadi waline cah iki" (ya sudah, biar aku yg jadi walinya dari anak ini)


namun, setelah terjadi perwalian itu, ada malam dimana de No, mengumpulkan semua keluarga besar saya di rumah si mbah. 
Malam itu, de No mengatakan, Desa ini akan di lewati yg namanya "Brahwaono" (Tamu tak di undang) biasanya pasukan lelembut yg melewati desa2, malam itu juga, Desa saya lebih sepi dari biasanya, tidak cuma keluarga besar saya yg berkumpul dalam satu atap, tapi, semua orang, 
bersembunyi di dalam rumah mereka masing2.


suasana Desa saya, mencekam seperti desa mati.



anak2 di dahinya di beri kunir, katanya biar tidak gampang sawan, di situ, saya bertemu lagi sama mas Didik, anehnya, sekarang mas Didik yg jatuh sakit.



sakitnya luar biasa, sampai mas Didik 
tidak dapat bernafas dan seperti orang ayan, rupanya, yg di takutkan de No sudah datang.


makhluk yg membawa saya di pohon Keres, ternyata sudah tau keberadaan saya, dan kabarnya, itu adalah TIANG KEMBAR saya 
namun de No menjelaskan, belum bisa TIANG KEMBAR di rasuki bila belum akil baligh, dan semenjak itu, yg awalnya mas Didik jauh lebih kuat dari saya, kini, jauh lebih lemah dari saya, karena makhluk itu, selalu ada di belakang saya 
mas Akhiyat menceritakan kondisi saat itu.


semua orang tegang, bu De, bu Lek bahkan mbah Nang dan mbah Dok juga begitu.



de No hanya duduk menghisap rokok, sementara mas Didik di bawa ke kamar belakang, saya di biarkan sendiri, karena kabarnya, saya maen dengan makhluk itu 
pak haji Sanah sudah tau, karena keesokan harinya bapak membawa saya ke rumahnya, atas perintah de No.


pak haji Sanah hanya mengatakan, agar membangun pagar kayu dari pring kuning (bambu kuning) di teras rumah, konon, makhluk itu sangat benci dengan bambu kuning 
Bapak segera menuruti apa yg di perintahkan pak haji Sanah, sembari menunggu jalan apa sebaiknya agar makhluk itu tidak mengikuti saya, ada hal unik yg dulu ibuk selalu ceritakan ke saya,


waktu kecil, saya itu rewel, tiap bapak berangkat narik becak, saya bakal nangis gak berhenti2 
dan bahkan ibuk sampe nyerah harus bagaimana biar saya gak nangis, kalau bapak gak narik, kami gak ada uang buat makan.


akhirnya cara satu2nya, saya di letakkan di pagar kuning, dan anehnya setiap saya disana, saya seakan lupa bapak akan pergi narik 
dan saya akan bermain disana, seolah2 ada yg nemenin saya maen, sebenarnya, yg nemenin saya maen adalah makhluk itu, dia yg di sebut de No TIANG KEMBAR saya.


setiap kali saya tanya mas Akhiyat seperti apa wujudnya, mas Akhiyat tampak tidak mau membicarakan, jujur, saya sedikit ingat, tapi 
setiap saya udah hampir dapat wujudnya, saya langsung lupa, yg saya inget, cuma pohon keres tempat makhluk itu tinggal.


karena kejadian waktu Arisan keluarga itu, setahu saya, saya gak di bawa oleh siapapun, melainkan saya lari mengikuti gantrung (capung) yg terbang menuju pohon keres itu 
mas Akhiyat hanya mengatakan, bahwa mas Didik semenjak saat itu, tidak berani mendekati saya, dan selalu ketakutan tiap melihat saya, untuk seorang anak berusia 16 tahun yg sudah terbiasa melihat makhluk seperti itu, tentu itu bukan hal yg biasa, semengerikan apa makhluk itu 
namun yg pertama tahu wujud makhluk itu adalah mbah Gimon, tetangga saya, yg selalu mengamati ketika saya bermain di pagar bambu kuning.


kabarnya, makhluk itu mengasuh saya layaknya seorang ibu, wujudnya menyerupai wanita dengan wajah tertutup rambut panjang, 
panjang rambutnya sendiri sampai menyentuh tanah, badanya bungkuk dengan tangan kurus dan kuku panjang, mbah Gimon selalu memperhatikan saya, namun beliau tidak berani melakukan apa2, karena kasus TIANG KEMBAR bukan kasus yg boleh di tangani oleh orang luar 
karena TIANG KEMBAR memiliki tingkat bukan sekedar di ikuti oleh Jin, melainkan, Ikatan bahwa Jin itu sangat susah untuk di usir dan tentu saja, mencelakai. 
tidak hanya mbah Gimon, hampir semua orang tua tau keberadaan makhluk ini yg menetap di pagar bambu kuning rumah saya, biasanya, ia hanya berdiri di sana, dan yg bisa melihatnya tidak berani menatap lama2, karena konon matanya melihat dengan amarah, namun setiap bermain dengan saya 
wajahnya teduh, seperti ibu bertemu dengan anaknya, semua orang jawa tau, tidak ada yg namanya TIANG KEMBAR yg mendatangkan kebaikan, sebaliknya, makhluk ini hanya sedang menunggu, menunggu sampai saya bener2 siap untuk menjadi jodoh bagi dirinya. 
yg mengejutkan adalah, bambu kuning itu rupanya bukan media untuk makhluk itu agar tidak mendekati saya di dalam kamar, namun, bambu kuning itu hanya sebagai wadah bagi makhluk itu untuk tidak tinggal di dalam rumah, karena, ibuk pernah melihat, makhluk itu mengelus rambut saya 
makhluk itu selalu menemani saya di dalam kamar, namun ia akan pergi ketika saya udah tidur, di lain hal, pak haji Sanah, sudah mempersiapkan semuanya, akan tetapi ada hal yg akan menimbulkan masalah besar di dalam keluarga besar saya 
bapak, setidaknya, tidak boleh lagi mengikuti tradisi yg di lakukan keluarga besar saya, karena yg namanya MBAREP TUNGGAL hanyalah salah satu dari tipu daya Iblis yg sewaktu2 dapat menyesatkan lebih jauh, namun hal ini, tidak di terima oleh pak de No, menurut mereka, semua orang- 
-berhak atas pilihanya sendiri.


semenjak saat itu, keluarga besar saya terbagi menjadi 2, mendukung untuk tidak melanjutkan tradisi, atau tetap melanjutkan tradisi ini



meski begitu, pak de No tidak lepas tangan, semenjak beliau tau bahwa saya berbeda, beliau menjalankan puasa mutih 
puasa yg di lakukan untuk memperkuat ilmunya, karena urusan TIANG KEMBAR tidak boleh di biarkan berlarut2, apalagi, mbah Nang, sudah siap menurunkan kerisnya, konon, ketegangan ini bahkan membuat desa saya jauh lebih mencekam daripada biasanya, di setiap sudut desa, di temui, 
banyak sekali lelembut Tamu, yg kebanyakan berasal dari tempat yg jauh, alasan mereka disini, karena TIANG KEMBAR adalah wadah bagi mereka untuk ikut masuk. 
mas Akhiyat bercerita, bila semenjak kejadian itu, saya di titipkan dan tinggal bersama pak haji Sanaah selama 1 minggu, dan beliau menceritakan asal usul TIANG KEMBAR yg rupanya memiliki hubungan dengan ibuk, hal ini juga di ketahui oleh pak de No 
Ibuk adalah anak ke 2 dari 3 bersaudara, rupanya sejak kecil ibuk itu anaknya memang sedikit ndablek, dan susah di atur, namun hal yg gk di ketahui adalah, ibuk itu kesayangan mbah buyut 
Mbah buyut ini bisa di bilang berilmu tinggi, dan memiliki perewangan yg banyak sekali untuk menjaga rumahnya, karena mbah buyut adalah salah satu orang yg berada waktu itu.


ibuk pernah cerita suatu waktu, dimana rumah mbah Buyut di santronin oleh maling 
belum masuk rumah dan hanya berniat untuk maling, namun, si maling sudah di tangkap oleh makhluk yg besarnya setinggi pohon rambutan, untung saja, maling itu paham akan yg namanya perewangan jadi beliau berteriak "kulo nuwun"(permisi) dan di jawab oleh mbah Buyut dari dalam rumah 
ketika di jawab mbah buyut, maka otomatis perewanganya melepaskan maling itu dan kemudian pergi menjauh, mbah Buyut baru sadar bila apa yg baru saja dia lakukan adalah melepaskan orang yg berniat maling 
disini, mbah Buyut rupanya ngasih ibuk semacam penjaga, yg berwujud wanita mengenakan kebaya, ibuk dulu memanggilnya dengan Kembang Turi, karena kebayanya berwarna merah menyerupai kembang turi, berbeda dengan mbah buyut, si mbah yg merupakan ibuk kandungnya ibuk adalah muslim- 
-taat, beliau menjauhi nilai kejawen dan mengajarkan anak2nya untuk tidak percaya hal itu, semua anaknya nurut, kecuali ibuk, disini ibuk di latih oleh seorang guru spiritual salah satunya adalah puasa malam. 
konon, puasa ini gak bisa sembarangan di lakukan dan tingkat kesulitanya jauh di luar akal, bahkan sebegitu sulitnya puasa ini, bisa menyebakan seorang manusia menjadi gila, dasar ibuk memang bandel sedari kecil, beliau nekat melakukan puasa itu 
puasa itu hanya di lakukan selama 3 hari, dengan hanya meminum air putih setiap jam 12, dan tidak boleh tidur bila belum melewati jam 3 dinihari, namun ibuk hanya bisa berpuasa selama 2 hari, karena pada hari ke 2, beliau di datangi, 2 jin wanita yg berwajah kembar 
2 jin wanita kembar ini menawarkan kesepakatan bahwa ibuk bisa mendapat apapun yg dia inginkan hanya dengan sayaarat, dia di perbolehkan tinggal dan mengikuti ibuk, perewangan ibuk tidak suka dengan ini, sehingga terjadi benturan yg membuat ibuk jatuh sakit 
disini, si mbah tau, bahwa ibuk rupanya melakukan hal2 semacam ini, sehingga akhirnya ibuk di ruqiah, dan di temukan puluhan susuk dalam wajah ibuk.


disini pak haji Sanah, menjelaskan, bahwa, tubuh saya baunya sudah seperti pandan yg di tanak, sedangkan TIANG KEMBAR saya, memiliki 
aroma yg sama, dan mereka rupanya memiliki ikatan dengan 2 jin wanita itu, dan selama ini, 2 jin wanita itu rupanya masih mengikuti ibuk, namun dari jauh, sedangkan perewangan ibuk yg dulu di beri untuk jaga ibuk, sudah di kurung setelah kejadian ruqiah itu 
hari itu juga, bapak dan ibuk saya setuju dan akan membawa saya pindah menjauh dari keluarga besar saya.


setiap malam, sebelum tidur, ibuk selalu membacakan saya, sesuai perintah pak haji Sanah, selama sebulan penuh bergantian sama bapak, dan setiap di bacakan, saya selalu sawan 
kadang meronta kepanasan, kadang kejang2 seperti orang ayan, bahkan beberapa kali membuat ibuk tidak tega, namun semua ini harus di lakukan untuk membuat TIANG KEMBAR saya yg berupa Jin pengikut ini bisa menjauh, sedangkan dari jauh, pak haji Sanah juga membantu dari rumahnya 
puncaknya, ketika saya menjerit bahkan mbah Nang dan mbah Dok sampai ikut menemani di dalam kamar, karena katanya, rumah saya sudah di penuhi oleh lelembut. 
di usia yg masih sekecil itu, saya di bawa ke banyuwangi, dengan pak haji sanah dan pak de No, sesampainya disana, saya setiap harinya di jaga di dalam kamar kecil, agar TIANG KEMBAR ini tidak mengikuti saya lagi satu2 nya cara adalah membuat bau pandan yg ada di dalam tubuh saya- 
di buat kabur, dengan cara menutup paksa mata batin saya yg katanya semakin sensitif, namun efeknya, saya bakal gampang sakit, namun untuk beberapa bulan saja, dan pak haji Sanah juga mengatakan bahwa sewaktu2, lokasi saya bisa saja di temukan lagi dan bila itu terjadi, maka,- 
-saya harus di bawa lagi kembali kesini.


pak de No sebenarnya punya alternatif lain, dia kenal dengan seorang wanita tua yg bisa membantu saya untuk mengaburkan bebauan aroma badan saya, namun di tolak sama bapak karena melibatkan banyak jin dan bapak juga sudah tidak percaya- 
dengan de No, meski begitu, kelak, saya akan di pertemukan dengan wanita tua ini. 
-RUMAH PENDOPO-
kejadian ini berlanjut ketika saya berurusan dengan makhluk penghuni pabrik tua, hal yg di anggap de No sudah berakhir dengan keluarnya makhluk itu dari tubuh saya, rupanya mendatangkan 2 Jin kembar yg sempat dulu datang ke ibuk, kali ini, dia menampakkan wujudnya.. 
yg gak bisa saya lupain dari wujudnya adalah, senyumnya, bibir mereka miring, dengan mata tertutup rambut gimbal, dan cara ngelihat saya dengan menekuk kepalanya kesamping, setiap mereka mendekat nyaris menyerupai seseorang yg tengah berjalan pincang, tergedek-gedek. 
setiap malam, satu dari mereka akan duduk di atas almari, yg satunya, menatap saya dari ujung kamar, saya hanya bisa melihat mereka, tanpa dapat berbicara dengan mereka, namun, anehnya, saya gk merasa takut sedikitpun, sebaliknya, nyaris saya selalu ngelihatin mereka. 
tapi setiap kali saya inget peristiwa ini, amit2, saya gak mau lagi lihat makhluk seperti itu, terlebih ketika saya tidur, mereka akan menatap wajah saya deket sekali dengan bibir miring yg terkadang menampakkan gigi bugis (ompong) mereka. 
selama itu juga saya gak tau, ternyata perstiwa ini lebih serius dari apa yg saya duga, mata batin saya yg sempat di tutup oleh pak haji Sanaah, ternyata sudah di buka oleh mereka, sehingga saya jauh lebih sensitif, hanya saja, mereka yg bisa saya lihat hanya mereka yg menghendaki saya lihat 
yg lebih mengejutkan lagi, ketika saya lahir, sebenarnya, 2 jin kembar ini selalu memantau keadaan ibuk sama saya, namun, saya di anggap lebih menarik di bandingkan ibuk, karena konon, saya jauh lebih kuat dari ibuk. 
ada satu hal yg harusnya saya jelasin tentang ibuk, yaitu soal hasil belajar kebatinan dan puasa yg seharusnya 3 hari, memberi ibuk sebuah kelebihan yg bisa di bilang membuat ibuk sendiri ketakutan, karena gak hanya terjadi 1 atau 2 kali, namun, puluhan kali, apa itu? 
jawabanya, praduga buruk 
bila mas Didik di beri kemampuan ketika dia sakit hati, orang yg menyakiti akan jatuh sakit, ibuk memiliki hal yg menakutkan bagi dirinya bahkan orang terdekatnya, yaitu praduga buruk 
setiap kali ibuk merasakan firasat buruk terhadap orang lain atau siapapun, maka, firasat itu selalu saja menjadi kenyataan, anehnya, firasat ini tidak muncul sesuai kehendak namun muncul secara tiba-tiba. 
pernah Ibuk menasehati tetangga saya, untuk menghindari jalan ini, namun tetangga saya, malah tetap nekat lewat jalan itu, sebelumnya, ibuk tiba-tiba berfirasat bahwa tetangga saya terlihat berlumuran darah, dan kemudian, kami mendapat kabar, bahwa tetangga saya, meninggal terlindas- 
-Truk.


tidak hanya itu, masih banyak peristiwa yg gk bisa di jelaskan oleh akal sehat, karena itu, ketika ibuk mendapat firasat buruk yg berhubungan dengan saya, ibuk selalu mewanti2 agar saya nurut apa katanya. namun yg lebih penting, 2 jin kembar itu, mengikuti saya, karena- 
-saya jauh lebih kuat lagi.


untungnya, de No, akhirnya tau, ketika tiba2 beliau masuk ke dalam kamar saya, melihat, 2 jin itu seperti sudah menunggunya.



konon, de No mendapat bisikan ghaib, bahwa TIANG KEMBAR saya sedang berusaha mencari jalan pulang, malam itu, kami sekeluarga besar 
sepakat buat pergi ke Rumah tempat kampung halaman mbah Nang, kabarnya, disana saya bakal di Padus kembang (Mandi kembang 7 rupa)


namun, firasat saya sangat gak enak, dan ternyata tempat itu bisa di katakan, penuh di huni lelembut dengan bentuk dan rupa yg tidak dapat saya jelasin 
disini saya baru tau, kalau rumah ini dulu di huni oleh Mbah waktu kecil, mbah sendiri rupanya adalah anak ke 2, dan selama ini saya gak pernah kenal dengan saudara si mbah, namun malam ini, saya tau, bila saudara mbah Nang rupanya adalah seorang wanita tua, namun sayangnya, beliau 
memiliki masalah dengan kejiwaanya. 
sejujurnya, saya gak deket sama mbah Nang, karena di antara cucu2 nya, saya yg jarang sekali ngobrol, namun malam ini, mbah Nang menceritakan semuanya.


rupanya, kejadian ini pernah terjadi sebelumnya, dimana satu generasi pernah lahir 2 Mbarep Tunggal, namun sayangnya, 
satu di antara mereka harus kehilangan akal sehatnya, karena tidak sanggup menahan beban yg ada di pundaknya, disinilah mbah Nang takut hal itu akan terulang kembali, sejujurnya, Bapak masih menolak terlebih ketika de No memberitahu bahwa saya dalam bahaya yg lebih besar, 
bila berurusan dengan penghuni pabrik saja sudah mendapat masalah sebesar itu apalagi bila berhadapan dengan TIANG KEMBARNYA, bila tidak gila, maka saya pasti mati, bahkan de No mengatakan, perbandingan menghadapi TIANG KEMBAR seperti membandingkan ujung kelingking- 
dengan segumpal daging.


namun, alasan sebenarnya saya di bawa kesini, karena bebauan di sekitar sini dapat menyamarkan bau di badan saya yg kata de No ibarat Pandan yg sudah di rebus.



sementara pak Lek saya yg lain, pergi menyusul wanita yg pernah menyelamatkan saya, 
namun sayangnya, wanita tua itu, sudah meninggal tepat setelah kunjungan terakhir saya, meninggalnya sendiri murni karena usia, dan mendengar itu de No akhirnya mencoba dengan caranya sendiri, saya di minta untuk hanya berdiam di dalam kamar dimana, samping kanan kiri- 
hanya ada bambu, namun yg saya inget adalah, di kamar itu, bebauan kemenyan sangat menyengat, dan tepat di malam berikutnya, de No membawa masuk seorang wanita tua, beliau adalah mbak yu dari si mbah, begitu melihat saya, yg saya inget, dia hanya diam, matanya kosong lalu duduk - 
tepat di depan saya yg merinding melihat tingkah lakunya.


de No mengatakan, bahwa, harus ada yg di lakukan sebelum saya bener2 siap buat nutup semua ini, di lain hal, pak haji Sanaah yg sebelumnya di cari ibuk, rupanya sudah pindah rumah, padahal, beliau adalah wali saya 
sontak malam itu, saya cuma mendengar, mbak yu menangis dan tertawa di dalam kamar, berdua dengan saya, namun firasat saya, bahwa di dalam kamar, saya gk sendirian melainkan 2 jin kembar itu juga ada disana. 
namun, bukan itu yg bikin saya merinding, melainkan pada jam2 tertentu, mbak yu nyinden dengan bahasa jawa yg gk bisa saya pahami, namun suarany halus dan melengking, anehnya, dari luar kamar, seolah ada pegiring karawitan yg membuat saya seolah2 tau, bahwa mereka bukan manusia 
saya belum pernah mendengar seseorang bersayaair diiringi alunan musik yg begitu kental dengan nuansa mistis karena satu yg saya inget adalah, dada saya berdetak lebih cepat, bulukuduk saya beridiri, karena Mbak Yu tiba2 menyeringai dan tetap bersayaair dengan suaranya yg melengking 
"Dia bukan mbak Yu" kata saya, dan dengan mata kepala saya sendiri saya semakin takut saat dia menari layaknya penari jaipong di depan saya, berlenggak-lenggok di dalam kamar yg sempit itu, sementara saya mulai menangis, Mbak Yu seperti menikmati suasana itu. 
terkadang ia tertawa begitu keras, namun terkadang suaranya saru layaknya ia baru saja menangis, namun, matanya masih awas melihat dimana saya terduduk di atas kasur, sementara musik gamelan mulai mengalun lembut, dan mbak Yu mendekat, mendekat, mendekat, semakin dekat. lalu 
saya bisa melihat dengan jelas, guratan wajah tua yg sebelumnya saya lihat sangat berbeda, kali ini, di dalam kegelapan, di sertai sedikit cahaya yg muncul dari langit2 kamar, wajah itu sebegitu dekat dengan wajah saya yg tercekat, tersenyum memandang saya, yang saat itu baru sadar, 
2 Jin Kembar itu sudah masuk dalam tubuh mbak Yu, karena sosok itu tampaknya menikmati moment itu, hingga suara musik karawitan itu perlahan menghilang.. suaranya perlahan2 memudar, dan kemudian, wajah itu juga menghilang bersamanya, namun sebelum wajah itu menghilang, 
saya gak akan pernah melupakan ekspresi terakhirnya..


menyeringai seolah memberi pesan kepada saya, bahwa dia masih ada.. sebuah senyuman yg sampai saat ini bakal saya inget2, bahkan di tengah malam seperti ini..
setelah sosok mbak Yu menghilang, saya mendengar seseorang masuk, rupanya de No, beliau melihat saya, menggendong tubuh saya yg masih tidak dapat percaya dengan semua ini, sontak saya bertanya pada de No, kemana mbak Yu..


dengan wajah seperti enggan memberitahu, de No hanya mengatakan 
"wes wes" (sudah sudah) , "lalino kabeh yo" (lupakan semuanya ya)


di luar kamar, masih di dalam rumah Pedopo itu, saya melihat ke kanan kiri, berusaha mencari darimana sumber suara gamelan dan musik2 itu mengalun tadi, namun, saya gak melihat apapun, seolah suara itu muncul begitu- 
-saja, entah darimana. 
saya di minta melepaskan baju saya, hanya dengan celana pendek, di saat malam masih menyelimuti langit, de No menyentuh kepala saya sembari entah membaca apa, sementara di sekitar saya, bu De, bu Lek, bahkan mbah Nang, mengelilingi saya seolah2 saya adalah tontonan yg menarik 
berkali2 tubuh dan kepala saya di guyur dengan air kembang, membuat saya menggigil kedinginan, sampai, tiba2, yg saya inget waktu itu, kesadaran saya seolah di bagi menjadi beberapa bagian, karena, semua orang yg disana mendadak berubah, dan saya di kelilingi makhluk lain, 
Pendopo yg seharusnya di kelilingi keluarga besar saya tiba2 menjadi sarang makhluk Lelembut, dan tepat jauh di depan saya, ada seseorang yg tengah duduk di sebuah kursi tua, beliau memiliki rupa seperti mbak Yu..


disanalah saya di minta mendekat, maka meskipun enggan, tubuh saya- 
-seolah2 bergerak dengan sendirinya, mendekati sosok itu. 
“Ngger, sing sabar” (nak, yang sabar) “


“aku yo tau ngerasak’e opo sing mok rasak’e” (aku juga pernah merasakan apa yg kamu rasakan)"



“ra sah wedi, ra sah khawatir” (gak usah takut, gak usah khawatir) 
“mbah” kata saya, “nopo to urip kulo koyok ngene” (mbah , kenapa tah hidup saya seperti ini)


Mbak Yu hanya melihat saya dengan tatapan sedih, dan saya inget, melihat Mbak Yu disana itu seperti di Ratukan oleh kaum mereka, walaupun saya masih gak yakin itu kakak si mbah yg sebelumnya. 
“koen eroh sopo sing Mbarep Tunggal sak iki?” (kamu tau siapa mbarep tuggal di keluargamu saat ini)


“Mas Didik” kata saya ragu.



“Bukan” kata beliau, “tu koe” (itu kamu) 
saya diem sembari mendengarkan penjelasan beliau “tapi” katanya, “Mbarep Tunggal iku bebane abot, dirimu ra sah meksak’e nek ra kuat, Didik lahir bukan sebagai Mbarep Tungal tapi Alang-alang sing seharus’e ndampingi awakmu” 
(Mbarep Tunggal itu seharusnya kamu, bebanya sangat berat, kamu tidak usah memaksakan kalau tidak kuat menanggungnya, Didik lahir bukan sebagai Mbarep Tunggal tapi pendamping mu)


saya masih bingung mencerna kalimatnya, lama saya berpikir dan akhirnya beliau mengatakan lagi. 
“iling-iling, sopo sing eroh Mbarep tunggal iku?” (coba di ingat2 siapa yg tau sesiapa yg seharunya menjadi Mbarep tunggal?)


“Mbarep tunggal liyane Mbah” (Mbarep tunggal yg lain)



“cah bagus” (Pinter) katanya. 
“tapi de No” kata saya masih mencoba menyanggah, dengan senyuman yg menenangkan, saya mendengar hal yg mengejutkan.


“Sebener’e, sak jane Mbarep tunggal iku mandek nang aku ngger” (seharusnya Mbarep tunggal berhenti di saya nak) 
“Tapi dasar Pingi iku malah ngelanjutke tradisi ra nggenah sing seharus;’e di akhiri iki” (tapi emang dasar, Pingi (Mbah nang) malah melanjutkan tradisi yg sayairik ini padahal ini harus berakhir)"


“Mbah nang, juga alang-alang mbah?”



Mbak Yu mengangguk. 
Disini saya akhirnya paham sesuatu, yg berhubungan satu sama lain, “de No apakah?”


Mbak Yu langsung mengangguk “de No juga Alang-alang saja” “memang bedone koyok rambute beludo, tapi nek tradisi iki terus di lakokno, kabeh iki ra isok mari” (Memang bedanya setipis rambut beludo. 
.(Hantu di pohon kelapa) tapi bila tradisi ini terus di lanjutkan tidak akan bisa selesai)


“trus sinten Mbah sing dadi Mbarep Tunggal sak jamane, de No niki?” (lalu siapa yg satu generasi dengan de No yg seharusnya menjadi Mbarep tunggal?)



“Bapakmu ngger” (ayahmu ngger) 
Di kejadian yg seperti mimpi itu, terakhir saya bercakap sama beliau yg mengaku sebagai Mbak Yu, itu berakhir ketika beliau mengusap wajah saya dan seketika itu, mbah Nang dan de No melihat saya, lemes, untuk berdiri pun susah, saya Cuma lihat bapak gendong badan saya dan Ibuk- 
-, meninggalkan tempat itu.


Di jalan pulang, keluarga saya dan keluarga besar seperti tidak ingin membahas, kejadian itu, saya sempetin untuk bertanya sama bapak, “Pak, bapak dulu juga”



Bapak seperti langsung tau, “Iyo, Bapak lebih parah, awakmu mek ilang sedino, bapak, seminggu” 
(kamu Cuma hilang sehari, bapak dulu malah satuminggu)


“berarti, sing di omong’ke Mbak Yu” (berarti yg di bicarakan sama Mbak yu)



“iyo.. bener” (benar.) 
Kabarnya, Bapak berhasil bertemu dengan pak haji Sanah di Jawa tengah, beliau pindah karena di mintai tolong untuk menjaga sebuah pabrik yg beroperasi, yg katanya, setiap Pabrik rupanya ada yg pegang, menghindari serangan dari orang yg tidak suka. Tapi intinya, pak Haji Sanah,- 
-sudah menahan Tiang Kembar saya sejak lama, dan sebuah kebohongan bila Tiang Kembar saya sedang mencari jalan pulang.


Sedangkan Jin Kembar itu hanya mengikuti Ibuk, dan memang berbahaya sejak lama, pak haji Sanah sendiri dulu pernah melihatnya sewaktu ibuk datang ke rumahnya,- 
- tidak di sangka ternyata Jin itu tertarik juga dengan saya, itulah alasan de No begitu protektif, mengira bahwa Jin itu akan menjadi jalan bagi Tiang Kembar saya untuk menemukan jalan pulang.


Namun, kejadian itu mempercepat saya untuk pindah ke rumah baru. 
Bapak dapat pekerjaan baru, dan kami meninggalkan tradisi itu.


Meski begitu, hubungan baik keluarga saya sama keluarga besar saya tetap terjalin baik. Setengah dari keluarga besar saya juga sudah meninggalkan tradisi itu.



Sekarang, setelah mbah Nang dan de No sudah meninggal, tradisi 
-ini di teruskan oleh mas Didik, terakhir kali saya ketemu, mereka masih melakukan tradisi itu meski sudah jarang dan tidak seintens dulu..


Lalu, inget dengan Ndira, temen sekampus saya dulu yg pernah mengatakan ada yg menjaga saya dari jauh dan dia tidak mau membicarakan itu. 
Alasanya, rupanya, ada 2 yg menjaga saya dari jauh dan tidak bisa mendekat karena bisa bertabrakan.
Mereka adalah almarhum Mbak Yu, karena setelah peristiwa itu, Mbak Yu meninggal, meski keluarga besar saya menganggap dulu beliau memang sudah sakit keras, dan rela menanggung 2 jin- 
kembar yg sempat menganggu saya, untuk tinggal di dalam tubuhnya, bisa di katakan, Mbak Yu berkorban menerima semua makhluk lelembut itu agar mbah Nang tidak melanjutkan tradisi ini dulu, namun mbah Nang salah mengartikan semua ini. 
saya pun gak bisa menyampaikan pesan itu pada mbah Nang, karena waktu itu saya masih di pandang sebagai anak2 yg ucapanya tidak akan di percaya.


Kata Ndira di Wetan (Timur) Mbak Yu menjaga saya, sedangkan di kulon (Barat) Kembang Turi, perewangan milik Ibu yg menjaga saya, apapun itu. 
. selama mereka memiliki niat yg baik, dan saya gak merasa terganggu, maka saya biarkan saja, tapi Ibuk selalu berpesan sama saya, “Sholat, Sholat. Sholat dan jangan pernah meninggalkan Sholat”


Jadi waktu kejadian saya di bawa ke Pendopo saat bapak dan ibuk mencari haji Sanah, 
tanpa sepengetahuan bapak, Ibuk meminta perewanganya yg pernah di kurung sewaktu beliau di ruqiah untuk di lepaskan sebagai pendamping saja. Walaupun alot akhirnya, permintaanya di kabulkan


Namun setiap Ibuk saya Tanya. Ibuk akan berdalih sampai saat ini, bahwa beliau tidak tahu- 
-menahu akan hal itu.


Jadi mungkin, saya cuma berpesan saja. Kadang batasan dunia kita sama dunia mereka di buat memang untuk menjauhkan kaum kita dari kaum mereka, dan tentu saja dari perbuatan sayairik karena toh, tidak ada kekuatan yg lebih besar dari kekuatan sang pencipta. 
saya tutup Thread ini sampai disini, dan sebelumnya saya minta maaf bila akhir2 ini postingan jarak thread berjauhan karena saya di kejar deadline tugas kuliah sekaligus pekerjaan saya yg akhir2 ini nguras tenaga, lain kali, saya akan buat Threadnya sampai selesai baru saya posting,- 
jadi kalian tidak perlu menunggu lama2. 
Well, saya Simple_Man, mau undur diri, sampai jumpa di Thread2 selanjutnya. Wasalam. 

Share this :

Previous
Next Post »
0 Komentar